Tuesday, March 19, 2024

Ibukota

Jakarta itu penuh dosa

Jakarta berhak untuk macet

Jakarta berhak untuk orang-orang yang menjadi sarden di kereta

Yang rumahnya di Parung tapi kantornya di SCBD

Jakarta berhak untuk tanah semeter 60 juta

Jakarta berhak untuk polusi

Karena ia rumah dari 23 juta kendaraan bermotor

Yang sampai-sampai harus diatur

Mana yang boleh, mana yang tidak

Dari ganjil genap nomor belakangnya

Sehingga orang akan punya dua

Untuk bisa dipakai setiap hari


Jakarta itu tidak manusiawi

Sampai-sampai Seno membuat esai

 

“Alangkah mengerikannya menjadi tua dengan kenangan masa muda yang hanya berisi kemacetan jalan, ketakutan datang terlambat ke kantor, tugas-tugas rutin yang tidak menggugah semangat, dan kehidupan seperti mesin, yang hanya akan berakhir dengan pensiun tidak seberapa.” (Menjadi Tua di Jakarta- Seno Gumira Ajidarma)


Ia dibilang penyangga perekonomian negara

Padahal lebih ke arah disanggakan

Kisah klasik sentralisasi

Di mana yang dipinggir ya karena memang dipinggirkan

Sampai waktu itu, ada kementrian desa tertinggal

Karena toh 70% uang di republik ini

Hanya berputar di satu jalan itu saja

Mulai dari Bundaran HI

Lewat Mid Plaza

Mentok-mentok ke Senayan

Mampir ke kantong-kantong perwakilan

*

Makanya aku heran pagi-pagi

Karena Jakarta tidak berhak atas langit seindah ini



Sebenarnya aku ingin bengong melihatnya lama-lama

Tapi aku terburu-buru

Kulangkahkan kaki dengan cepat

Sambil mematikan rokok

Untuk segera tap in dan daily standup


Jakarta, 19 Maret 2024

20.12


No comments:

Post a Comment