Wednesday, April 10, 2024

Rumah

Kepulanganku yang kali ini terasa berbeda
Entah karena apa
Aku merasa akan berpisah dengan sesuatu
atau seseorang
atau perasaan

Di jalan ketika mendengar Time To Rest Your Weary Head
Tenggorokanku tercekat
Sambil melihat matahari turun ke peraduan
Dari jendela kereta bandara

Pun dengan delay 3 jam khas maskapai LCC
Sehingga tiket kereta bandara YIA ke stasiun tugu hangus
karena kemalaman
Akhirnya jam 12 malam baru duduk di taksi

Aku kembali termenung
Meski mas Hendra sang supir taksi terus mengajak ngobrol dengan ramah
tanda bahwa aku sudah dekat rumah
Aku seperti enggan untuk terlibat
lebih ingin untuk diam dan melamun saja
Seiring mobil yang melaju konstan 70km per jam

Jam tepat menunjukkan pukul 00.45 ketika aku masuk rumah
Bapak menyambut di teras rumah
Ibu di dalam masih mengerjakan kue
Adik-adik di dalam kamar seperti biasa
Aku cium tangan dan peluk satu-satu
Hanya tiga bulan tapi terasa lama sekali
Sejak aku terakhir ke sini

Tangisku pecah malam itu
Aku bercerita bagaimana di luar sana orang diperlakukan
Tidak seperti bagaimana aku diajarkan memperlakukan orang
oleh bapak ibuku
Aku bercerita bagaimana malam itu aku terkena panic attack
karena takut sendirian
Aku bercerita bagaimana aku stuck di 2/3 hidupku
Kami ngobrol sampai jam 4.30 pagi itu

Ternyata sekuat apapun diriku
Aku masih seorang anak itu
Yang sering tidak pulang
Tapi selalu butuh untuk menceritakan keherananku pada dunia
Ke mereka yang ada di rumah

Dan aku diingatkan hari ini
Seberapa pun berat hidup
Pada akhirnya
Di tengah tangis dan pelukan ibu
Semua baik-baik saja.

Jogja, 10 April 2024
08.56

Wednesday, March 20, 2024

Sajak

Aku hidup di dalam sajak
Yang manis di tulisan, meski hambar di kenyataan
Yang penuh kata-kata indah
Yang bisa membuat dada terasa penuh
Dengan rasa dan makna

Duniaku terbuat dari diksi dan rima
Yang berkelindan
Menceritakan peristiwa
Orang
dan perasaan

Di setiap akhir hari yang letih
Aku selalu bisa berteduh
Dalam rangkaian kata
Meringkukkan badan
Dan menutup mata dengan tenang

Kalau boleh memilih,
Aku ingin hidup seperti ini saja
Sebagai orang pertama serba tahu
Pelaku utama dalam ceritaku sendiri

Seperti tadi ketika aku di jalan
Ada pohon yang ditebang
Lalu dari tumpukan dahan dan ranting
Muncul kupu-kupu bersayap oranye
Yang kemudian mengelilingiku dua kali
Sebelum terbang tinggi ke arah kiri
Sungguh puitis

Padahal ketika mengingat lagi
Tidak ada yang istimewa dari kejadian itu
Kalau aku tidak hidup di dalam sajak


Jakarta, 20 Maret 2024
09.41

Tuesday, March 19, 2024

Ibukota

Jakarta itu penuh dosa

Jakarta berhak untuk macet

Jakarta berhak untuk orang-orang yang menjadi sarden di kereta

Yang rumahnya di Parung tapi kantornya di SCBD

Jakarta berhak untuk tanah semeter 60 juta

Jakarta berhak untuk polusi

Karena ia rumah dari 23 juta kendaraan bermotor

Yang sampai-sampai harus diatur

Mana yang boleh, mana yang tidak

Dari ganjil genap nomor belakangnya

Sehingga orang akan punya dua

Untuk bisa dipakai setiap hari


Jakarta itu tidak manusiawi

Sampai-sampai Seno membuat esai

 

“Alangkah mengerikannya menjadi tua dengan kenangan masa muda yang hanya berisi kemacetan jalan, ketakutan datang terlambat ke kantor, tugas-tugas rutin yang tidak menggugah semangat, dan kehidupan seperti mesin, yang hanya akan berakhir dengan pensiun tidak seberapa.” (Menjadi Tua di Jakarta- Seno Gumira Ajidarma)


Ia dibilang penyangga perekonomian negara

Padahal lebih ke arah disanggakan

Kisah klasik sentralisasi

Di mana yang dipinggir ya karena memang dipinggirkan

Sampai waktu itu, ada kementrian desa tertinggal

Karena toh 70% uang di republik ini

Hanya berputar di satu jalan itu saja

Mulai dari Bundaran HI

Lewat Mid Plaza

Mentok-mentok ke Senayan

Mampir ke kantong-kantong perwakilan

*

Makanya aku heran pagi-pagi

Karena Jakarta tidak berhak atas langit seindah ini



Sebenarnya aku ingin bengong melihatnya lama-lama

Tapi aku terburu-buru

Kulangkahkan kaki dengan cepat

Sambil mematikan rokok

Untuk segera tap in dan daily standup


Jakarta, 19 Maret 2024

20.12


Thursday, February 22, 2024

On a second thought

Those people who gave up

They are not lesser than you

If you think they are being coward

Compared to you, who

"Stand until the end of the line"

Oh boy, you might be very wrong

Because you don't know what battle that they have fought

Just for them to be as half as good as you

Also, quitting might be the most responsible thing that you can do

Especially when you are the problem.


Jakarta, 22 Feb 2024

19.30

Saturday, February 17, 2024

Semarah Itu

Jumat, 16 Februari 2024, jam 18.00, kondisi masih di kantor utk menunggu hilal untuk pulang. Scroll2 IG, ada story @kiranakarang yg mengunggah postingan harian kompas tentang aksi kamisan.


Melihat komen2nya, seketika triggered. Patah hati. Mual. Emosi.


A demon woke up inside of me. Yang selama ini mencoba untuk diam dan tidak terlalu banyak berkomentar serius tentang pilpres. Aku percaya semua orang have a thing that they really hold close in their heart. Yang ga bisa disenggol dikit. Mine? human rights. Kenapa? Karena itu satu dari sedikit (if not the only) hal di dunia yang absolut, baik, dan inklusif. You cannot really oppose human right. Akal sehat bro. And these comments really pissed me off. Yang tadinya udah kepikiran pulang, kemudian ngulik2 lagi untuk memberikan respon di IG story.

quote by Marx, Economic and Philosophical Manuscripts of 1844



Mocking Kamisan is off the line. Apalagi mengaitkan dengan konteks sedangkal pilpres. "Kalo paslon lain yg menang ga bakal demo gini". Bro, 2007, dari jaman SBY presiden. Dari wapresmu umur 20 tahun masih kuliah ngejar IPK 2 koma itu, aksi Kamisan ini sudah ada. Di hati kecil aku tahu bahwa ini komen2 buzzer, bagian dari mesin propaganda pihak2 tertentu. Yang on default buatku tidak perlu ditanggapi. Tapi ini entah kenapa benar2 triggering.

So many issue you guys can play with, but playing with human rights, you will awoken a different breed of social movement. We will show you what a real silent majority is. And there will be a moment where we won't be silent anymore. I dare you, I double dare you.

98 Soeharto bisa diturunkan karena banyak orang "kesenggol" karena masalah KKN, otoritarian, kekacauan ekonomi yang menyebabkan harga bahan2 pokok melambung tinggi. Masalah melahirkan kegelisahan, kegelisahan melahirkan amarah, amarah melahirkan urgensi untuk turun ke jalan. Hanya saja, kembali pada kalimatku di atas, trigger orang beda2. Kamisan ini juga lahir dari peristiwa 98. Bayangkan aja, sebagai seorang ibu, anakmu pamit dari rumah untuk kuliah. Lalu ia ikut berjuang di jalan untuk hal yang benar, menuntut perubahan ke arah yang lebih baik. Bahkan ia berperan sebagai medis, membantu para para demonstran yang dihujani tembakan dan gas air mata. Lalu ia tak pernah pulang. Ditembak peluru tajam di dada kiri. Bagaimana perasaanmu sebagai ibu? Anak yang kamu lahirkan dari rahimmu, diperlakukan seperti itu, tanpa ada pertanggungjawaban. Tanpa ada permintaan maaf. Bahkan ketika kamu memutuskan bersekutu dan berdiri diam, melakukan aksi damai setiap kamis sore selama 805 minggu (dan masih akan terus bertambah) di depan istana negara. Simbol dari kekuasaan yang sudah seharusnya bertanggung jawab terhadap itu. 17 Tahun, tidak sekalipun, siapapun yang berkuasa sudi untuk sekedar menyeberang jalan dan menemui mereka. Lalu ini ada remah-remah gorengan warteg ngetik dengan enteng "masih aja terjebak masa lalu, gimana mau maju kalo mikir masa lalu terus". Stunting abis.

Di tengah kegeramanku kemarin, iseng kutanya teman kantorku, pemuda kelahiran 1998 pemilih prabowo, apakah dia tau Kamisan atau engga. Engga tahu ternyata. Aku terdiam. Mungkin benar, survey yg bilang pemilih prabowo justru banyak dari kalangan anak muda. Mereka baru lahir, atau bahkan mungkin belum, ketika peristiwa 98 terjadi. Mereka tidak pernah hidup di era orde baru, di mana kebebasan untuk sekedar berkumpul, berbicara dan berserikat itu jadi hal yang mewah. Perkara bawa buku tentang marxism ke sekolah bisa jadi masalah besar yang mengancam nyawa. Sekarang aku bisa dengan bebas diskusi tentang hal-hal itu di kantin kantor. Bisa bawa dan minjemin buku-buku filsafat ke temen kantor untuk berbagi ilmu. It is a previledge of democracy. Yang bisa kita nikmati karena dulu ada orang2 yang berjuang untuk itu. Bertaruh nyawa. Tidak sedikit, mengorbankannya, seperti Wawan yang ibunya selalu ada di aksi Kamisan itu. Itu yang kita sering lupa di tengah kesibukan kita untuk bertahan hidup sehari-hari. Kita yang mengalami saja sering lupa, bagaimana dengan yang tidak pernah mengalami, seperti temanku tadi. They cannot even imagine.

As much as having a president who used as a genocide case study on Yale University is concerning for me, this is not about the person.

Bukan masalah orangnya, tapi apa yang dia lakukan, apa yang dia simbolkan dari kelakuannya. Because we need to trust people from what they do instead of what they said. Ini yang menurutku masih jadi akar masalah politik praktis di Indonesia. Semuanya masih fokus pada person. Bukan ideologi dan gagasan yang dibawa. Semua partai politik juga "figur"atif. PDIP = Megawati, Nasdem = Surya Paloh, Demokrat = SBY, dst dst. Ideologi partai itu jadi sekedar buzzword. Demonstrasi ideologi paling bagus justru dari partai seperti PKS malah. Seperti menolak RUU TPKS, as jerk as it may seem for some of us, tapi ya mereka konsisten. Itu posisi yang paling dekat dengan ideologi islamic state yang mereka tawarkan. Homogen, serba mengekang dan patriarki. At least mereka konsisten. I respect them, dalam koridor demokrasi. Jadi sekali lagi, ini bukan tentang personnya. Tapi pejabat publik, apalagi presiden, harus bisa dilihat bukan sebagai individunya, tapi visi misi, gagasan, sektor apa yang mau dia fokuskan, masalah apa yang dia bisa (atau mau) selesaikan. "Jokowi bisa ikut kampanye tapi harus izin cuti pada presiden", selucu dan seabsurd apapun kedengarannya, merupakan contoh dari distingsi presiden sebagai individu, dan jabatan publik.

Dalam konteks dangkal pilpres, siapapun yang menang, lagi-lagi rakyat yang kalah. Apalagi kalau wacana "merangkul semua unsur" mau dilakukan seperti Jokowi periode 2 playbook. Semua dikasi kue. pemerintahan tanpa oposisi. Demokrasi ugal-ugalan.

I am fully aware that I am previledged to write things like this. Laki-laki, orang Jawa (oh I know for sure banyak teman2 keturunan tionghoa yang SANGAT menahan diri untuk berkomentar. Ditahan oleh apa? trauma. Trauma dikorbankan dan menjadi kambing hitam. I know a friend in office who didn't come to office H+1 pilpres karena dia naik transjakarta melewati monas) belum berkeluarga, belum punya anak, tingkat ekonomi ya lumayanlah (ga perlu mikir nanti malem gimana caranya supaya bisa makan). I have nothing to lose (well kinda, Aura marah ni klo baca begini2 wkwkwk). Tapi sampai saat ini, aku masih menahan diri untuk terjun di politik praktis (who knows in the future). Doakan saja aku bisa jadi walikota Jogja 5 tahun lagi, lalu maju jadi cawapres di umur 39. Let's gooooooo. Jokes aside, mungkin sama seperti banyak dari kalian, yang sama-sama geram atas semua ini, tapi bisa apa ya? di tengah kesibukan sebagai kroco mumet mengais rejeki setiap hari. Here's what I can think of:

Fokus pada fitrah sebagai rakyat: awasi, kontrol. Kalo ada yang offside (depends on your trigger), suarakan. Lawan. Dari banyaknya respon di dm atas kejadian kemarin, aku yakin masih banyak orang yang punya akal sehat. Inilah silent majority yg sebenar-benarnya.

visi misi Prabowo - Gibran

Ini visi misi presiden kita nanti. Pelajari dengan baik, supaya bisa menagih. Jangan sampai berakhir hanya sebagai janji. Segelap-gelapnya demokrasi kita sekarang, aku masih percaya ada harapan. Sambil memelihara kegelisahan. Karena dengan memelihara kegelisahan, maka kita memelihara kehidupan.

Jakarta, 17 Februari 2024
11.36




Saturday, January 27, 2024

Serotonin

Aura lebih manjur dari deptral

Ia tak butuh resep obat

Tapi tetap tidak bisa dibeli di apotik terdekat


Jakarta, 27 Januari 2024
22.15

Wednesday, January 24, 2024

Have you ever?

Have you ever

Feeling lost, but not because you don't know the direction

You know exactly where to go

But time doesn't allow you to do things right


Have you ever

Care so much about people

But you need to disappoint

Not because they are wrong

They are just not on the right timing


Have you ever

In a big, big battle

Where you, who are super confident with yourself for your whole life

Suddenly feeling small

A small speck of dust within the universe


Have you ever

In a doom loop

Where you always doesn't have time

Because everything is just too fast

Too fast, that it makes you feel dizzy

Until you need a painkiller to be asleep at night

Not because that you are not sleepy

But you really need to dampen the pain

That can explode your chest at any given moment


Have you ever

Shutting down your sense

Just to be peaceful

In doing wrong things right


Hell even if I can't be right

I don't wanna be that wrong

And I hope no one ever need to go through what i've been through


Jakarta, 24th January 2024

00.19


Sunday, January 21, 2024

Di sore itu

Di sore itu

Kita duduk di taman bunga, berdua

tempat yang asing bagiku

tapi favorit bagimu

Kamu bilang, ini tempat tidak ada yang tahu

karena cuma kamu yang punya kuncinya


Di sore itu 

Senyummu lebih indah dari biasanya

sudutnya berbeda

Aku tahu persis derajat bahagiamu, dari sudut senyuman di bibirmu

Melihatmu sebahagia itu, pundakku menjadi lebih ringan


Di sore itu

Kamu bercerita tentang segala macam bunga

Tentu aku tak mengerti

tapi mendengar orang yang menjelaskan kesukaannya

membuatku ikut bahagia


Di sore itu

Tanganmu tak berhenti menggenggam tanganku

Sangat di luar kebiasaan

Aku tak tahu itu tanggal berapa

Hari spesial apa

Tapi yang jelas, perlakuanmu begitu istimewa


Di sore itu

Kita hanya duduk

sesekali rebahan, sambil mengobrol

di ruang kosong kecil yang dikelilingi bunga melati


Di sore itu

Kamu bilang, ingin hidup bersamaku

Selamanya.

Aku hanya tersenyum sambil memandang wajahmu

Kutahu itu tak akan mudah

Tapi kalaupun tak bisa

Aku ingin mati dan dikubur di sini

Agar tetap bisa jadi bagian dari kebahagiaanmu


Jakarta, 21 Januari 2024

22.37