Sunday, December 17, 2023

Hikayat Rajah

Dalam lifeline sharing yang pernah aku tulis, tema besar hidupku ada tiga: Ekonomi, Kebebasan & Keberagaman, dan Musik & Games. Tapi sejatinya, dari tiga ini, yang nomor dua merupakan yang pertama dan terutama. Spesifiknya, tentang agama.

Mungkin orang yang mengenalku baik (dan sudah lama), tahu betul tentang ini. Sudah sering kuceritakan juga dalam berbagai forum dan kesempatan (anjay sipaling forum), jadi tidak akan kutulis detail di sini. Intinya, aku sangat merasa relate dengan tema keberagaman agama, toleransi antar umatnya, pernikahan beda agama, dst dst. Mungkin sampai bisa sebegitunya karena topik ini yang sangat sering menjadi isu dalam kehidupan sosial sehari-hari. Padahal buatku, agama pada hakikatnya adalah ajaran baik yang dapat mempersatukan perbedaan, bukan pemisah dan pemecah-belah.

*

Sekitar tahun 2009, kelas 2 SMA, aku mulai mengenal beberapa teman yang bertato. Menurutku keren, apalagi kalau gambar atau tulisannya berkaitan dengan prinsip hidup yang kita pegang teguh. Disclaimer dulu biar ga diserang buzzer: semua kalimat yang tertulis di sini adalah opini pribadi subyektif yang berlaku dalam pandangan dan caraku melihat dunia sampai saat ini. Jadi kalo ada yg punya pendapat lain, sah-sah saja dan mungkin itu baik menurut mereka.

Nah dari kelas 2 SMA itu, aku sudah punya keinginan untuk punya tato. Cukup spesifik pula: full sleeve di tangan kiri. Gambarnya Buddha duduk di teratai, belakangnya ada gapura yg biasa ada di pura, di atasnya ada bulan bintang, dan ada rosario yang melingkari mereka. Sisanya belum kepikiran waktu itu, tapi yang pasti akan berkaitan dengan lambang-lambang agama dan kepercayaan yang ada di dunia.

Waktu berlalu, hidup terus berjalan. Aku tidak pernah memikirkannya secara serius, tapi keinginan untuk tato ini tetap ada di kepalaku. sekitar tahun 2014, aku pernah meminta kawanku Beni si bos kecil untuk menggambar sketsa sesuai yang aku bayangkan. Dia menggambar di kertas memakai pensil. Sayang gambar itu tak terlacak di mana sekarang (tidak sempat difoto pula).

*

update: ternyata ada gambarnya, aku post di twitter tahun 2013

Hidup kembali berjalan. Dari Jogja, ke Depok untuk kuliah. Lalu tak terasa, hidup membawaku ke Jakarta untuk menetap lebih lama dan bekerja di sana. Mulai bisa cari uang sendiri. Bisa menabung. Hal yang tidak pernah terjadi selama hidupku sebelum itu. Aku mencari tattoo artist yang menurutku bagus. Dan gambar yang bagus menjadi causa prima dari tato yang aku ingin buat. Alasan pertama dan terutama. Aku mendapatkan referensi dari kawan, sebuah tato studio di Kemayoran bernama @twinmonkeytattoostudio. Seketika jatuh cinta dengan karya-karya @adithsetya. Blackwork, artstyle nya didominasi garis-garis tebal dan pekat. Aku memang suka tipe tato yang gambarnya besar, banyak blok-blok hitam. Tampan dan berani. Singkat cerita, 2022 bulan April, didorong impulsifitas pandemi (coba angkat tangan yang pernah mengambil keputusan besar dalam tempo sesingkat-singkatnya pada waktu pandemi -yang mungkin kalau kondisi normal tanpa pandemi, kalian ga akan ambil), aku chat WA Twin Monkey. Ternyata flow nya adalah, kita chat dengan managernya dulu, cerita tentang konsep tato kita (letaknya di mana, gambarnya apa, seberapa besar, dll). Lalu dia akan mengarahkan ke tattoo artist yang sesuai dengan konsep yang kita usung. Aku yang awam langsung menceritakan konsep dan bilang kalau pengennya ditato oleh Adith. 

"Oh kalo Adith maunya cuma Japanese blackwork aja bro, kalo konsep lo bisa ke Nick atau Dyra," kata sang manager.

 Oh oke..... batinku dalam hati. Keren juga ni tempat. Cukup idealis. Justru malah semakin align rasanya mendengar jawaban seperti itu. Segeralah aku mengintip ig @nickfilbert untuk memilih gambar referensi. Wah keren juga, style nya sesuai dengan yang aku mau. Ternyata beliau juga adalah ilustrator design sampul buku Harry Potter yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama. Ketika scrolling ig nya, ada satu gambar Bunda Maria yang menarik perhatianku. Tidak persis sama dengan konsepku, tapi rasanya cukup menggambarkan, karena itu gambar portrait Bunda Maria yang dibalut dengan ornamentasi yang keren. Setelah memilih gambar referensi, Riva sang manager ini menyebutkan perkiraan berapa jam total pengerjaan dan estimasi biaya, lalu akan membuat walk in appointment untuk konsultasi langsung dengan tattoo artistnya. Harus datang langsung, gabisa zoom. Aku mengiyakan untuk datang seminggu setelahnya untuk berkonsultasi dengan Nick. Konsultasi hanya berlangsung sekitar 15 menit, diantara sesi yang sedang dikerjakan oleh para artist. Meski cuma ngobrol sebentar, I knew Nick was the right guy from the start

"Gw suka banget bro sama konsep lo, menurut gw idenya keren banget."

Aku jadi tahu kenapa proses konsultasi dengan datang langsung ini begitu penting buat mereka. Karena relasinya juga harus oke. Ini tentang keputusan hidup yang akan dibawa mati. Nick melihat lengan kiriku, coret-coret sedikit dengan spidol untuk membayangkan layoutnya. Aku menambahkan satu frasa tulisan jawa dalam konsepku:

ꦯꦺꦗꦠꦶꦤꦺꦌꦱ

Sejatine Esa

Nick bertanya, "ini artinya apa bro?" setelah kujelaskan, dia makin semangat. "Wah keren banget, nanti gw bikinin sketsanya, lo akan liat hari H ya." Jadi ternyata kita hanya akan lihat gambarnya pada hari H, bisa revisi minor di tempat. Karena aku baru pertama kali tato, Nick juga menjelaskan do & dont's nya: H-1 harus tidur cukup, no alkohol karena akan mengencerkan darah dan berpotensi membuat bleeding sehingga tinta tato akan susah masuk. Stamina juga harus fit, karena kurang lebih aku harus menahan rasa sakit selama sekitar 7 jam tiap sesinya. Oke baik. Mendengar ini agak takut tapi keinginan untuk tato mengalahkan rasa takut itu.

Selesai konsultasi, Riva menjelaskan, next step nya adalah transfer booking fee untuk mengunci tanggal tato. Karena durasi total tatoku maksimal 14 jam, jadwalnya akan dibagi 2 sesi. Dia menyebutkan tanggal di akhir Agustus dan awal September untuk sesi keduanya. Selisih 2 minggu. Aku mengiyakan dan segera transfer booking fee. Sebenarnya agak kecewa karena ternyata waiting list nya selama itu. Waktu yang cukup lama untuk membuat kita berpikir ulang dan mlintir. Hahaha. 

Sampai akhirnya waktunya tiba.

*

Akhir Agustus 2022, aku datang siang ditemani oleh kawanku Beni si bos kecil dan Jati, yang selain karena excited ada temannya yang akan tato, juga untuk jaga-jaga kalau aku pingsan. For context: aku takut jarum dan darah. Waktu kuliah pernah iseng donor darah sehabis kelas siang karena mengincar snack dan susu, tapi malah pandangan menyempit dan hampir pingsan (malah ngrepotin susternya wkwk). Begitu datang, kami makan dulu untuk mengisi perut. Studio tato mereka bentuknya ruko, dan di lantai dasarnya ada warung bakmi. Bakmi babi enak bgt kacau.


Setelah makan, kami naik ke lantai 3 tempat studionya berada. Nick datang dan menunjukkan stensil dan respon pertamaku dalam hati "wow gede banget yh ternyata.." tapi keren banget parah. Dia lalu mengukurnya ke lengan kiriku, lalu menyiapkan alat2nya. Ternyata tatoku terdiri dari 2 stensil berbeda. Gambar Buddha di bawah untuk lengan bagian luar yang akan dikerjakan di hari ini, lalu salib dan rosario untuk lengan dalam yang akan dikerjakan di sesi 2 nanti.

OG stencil

Selama ini aku banyak bertanya ke orang-orang yang tatoan: "Sakit ga sih tato?" dan kebanyakan dari mereka bilang sakit, tapi pain tolerance orang beda-beda. Tapi susah dijelaskan juga sih sakitnya seperti apa. Dan benar, you don't know how, until the needle finally meet your skin. Beruntungnya buatku, ternyata sakitnya sangat manageable (lengan dalam beda cerita ya, apalagi deket ketiak. ngilu bayanginnya). Nick yang sudah kuceritakan disclaimerku memastikan sesaat setelah garis pertama diselesaikan.

"Gimana Yok, aman ya?"

"Aman banget," sahutku.

Dimulailah perjalanan panjang hari itu -yang surprisingly tidak terasa selama itu. Kami menghabiskan waktu sambil ngobrol. Nick bertanya padaku, kenapa konsepnya bisa gini, aku punya cerita apa. Setelah kuceritakan, ternyata dia bisa relate dengan itu. Ia juga menceritakan background hidupnya, yang tadinya adalah seorang ilustrator, lalu berpindah haluan menjadi tattoo artist. Tentang keresahannya bahwa banyak orang sekarang bertato hanya karena fomo. Serta bagaimana susahnya mencari aprentice yang suka menggambar tapi belum pernah menyentuh alat tato. Katanya kalau orang sudah pernah nato, banyak yang kemudian berhenti untuk studying the craft itself. Kalo udah gambar di kulit, gamau lagi gambar di kertas. Padahal menurut mereka, kulit hanyalah medium saja. Craftmanship nya harus terus diasah. Aku jadi makin kagum. Proses apprenticeship di Twin Monkey seserius itu, untuk bisa meneruskan value yang mereka percaya sebagai artist.

Tidak terasa 6 jam sudah berlalu, dan Nick menyudahi sesi pertama ini. Sisanya dia hanya memberi outline untuk kemudian diselesaikan di sesi kedua nanti. Bagaimana keadaanku? surprisingly baik-baik saja. Malah agak tidak rela bahwa sesi pertama disudahi di sini. Hahaha. Super excited. Tidak sabar untuk datang ke sini 2 minggu lagi.

*

Satu detil penting yang kulupakan adalah pose tangan sang Buddha. Nick tau-tau come up dengan pose itu dan aku lupa untuk riset dulu. Apa artinya? Adakah pose tangan Buddha yang lain, yang mungkin lebih relate secara filosofis dengan konsepku? Semuanya terkalahkan oleh excitement tato pertama. Hahaha.



Tapi untungnya, semesta memang selalu punya cara. Malamnya aku googling, ternyata pose ini namanya vitarka mudra. Pose that simbolize debate & discussion. Juga melambangkan infinite flow of information, dan bagaimana Buddha menyampaikan ajarannya. Pose ini merupakan salah satu pose yang paling populer ketika Buddha digambarkan.

BEST. Ga ada yang lebih pas buatku daripada pose ini.





hasil sesi 1

2 minggu berlalu, hari yang dinanti pun kembali tiba. Kali ini aku datang sendiri. Kami start lebih awal sekitar jam 11.30 untuk memastikan bahwa keseluruhan project bisa selesai hari ini juga. Tanpa basa-basi kami langsung ambil posisi dan mesin tato segera dinyalakan. Kali ini total 8 jam. Yang berbeda adalah, seperti yang kuceritakan di atas, sesi 2 ini mengerjakan lengan dalam, yang ternyata JAUH LEBIH SAKIT daripada lengan luar. Katanya karena kulit di lengan dalam lapisannya lebih tipis daripada yang luar. Apalagi yang dekat ketiak, itu benar-benar seperti diiris pisau. Perih bro. Masuk jam kelima, Nick berkata,

"wah berdarah bro."

Aku diam sebentar sebelum menyahut, udah takut disuruh pulang dan nunggu 4 bulan lagi untuk menyelesaikan T.T

Tapi dia bilang oke kalau aku oke, dan akhirnya proses tetap dilanjutkan. The last 2 hours was surreal for me. Capek, sakit, kesemutan di sana-sini karena ngga gerak selama 8 jam. Nick pun sama. Lebih berat bahkan, karena dia pake mikir. Dan bertanggung jawab sama hasilnya nanti.

But we push through.

first selfie with completed half-sleeve

Jam menunjukkan sekitar 9 malam. Kami adalah orang terakhir yang tersisa di studio. Masih ingat persis perasaan saat mengambil foto di atas. KEREN BANGET. Merasa menjadi orang paling keren di dunia. Setelah menyelesaikan administrasi dan mengucapkan terima kasih ke Nick, akupun pulang dengan hati yang penuh. Akhirnya gambar yang kurang lebih 13 tahun ada di kepalaku, sekarang ada di tanganku. Dalam bentuk terbaiknya.

*

Satu hal yang harus kuceritakan di sini juga adalah: proses recovery. Ternyata dalam hal ini, aku tipe orang yang kuat di eksekusi, tapi lemah di recovery. Jadi proses tato itu kan melukai kulit ya. Analoginya yang diceritakan Nick padaku di awal adalah seperti kalau kita kecelakaan motor. Bisa jadi lukanya hanya lecet, tapi karena badan kita trauma, kemudian sakit sebadan. Bisa meriang juga. Lecetnya nanti jadi koreng, lalu setelah kulitnya mengelupas, baru akan sembuh. Nah tato persis seperti itu. Pegal-pegal dan meriang itu adalah mekanisme tubuh untuk memproses trauma yang mereka alami. Kasusku, malam pertama setelah tato aku meriang. Mungkin karena ini tato pertama tapi sebesar itu, jadi badanku mungkin "kaget" menerima luka sebesar itu tiba-tiba.

fresh blood from session 2


Setelah fase sakit dan meriang ini timbullah hal paling menyiksa dari keseluruhan proses ini. Proses tato yang jadi koreng lalu mengelupas itu gatel bangetttttt. Parah. Tanganmu kayak disemutin bro. Gatelnya itu aktif. Apalagi malem sebelum tidur. Dan yang lebih memperumit keadaan adalah: ga boleh digaruk, karena kalau dia mengelupas sebelum waktunya, bisa jadi tintanya ikut keluar dan gambarnya rusak. Jadilah fase ini kunobatkan sebagai 2 minggu tergatel dalam hidupku. Sering kali aku terbangun di tengah malam karena rasa gatal yang teramat sangat.

proses recovery, liat gambarnya aja gatel

*

Setelah semua proses itu dilewati, baru benar-benar puas. Tato ternyata memaksaku untuk "berkenalan" dengan tubuhku sendiri. Seberapa jauh batas sakit yang bisa diterima, sampai pada proses pemulihannya.

Vitarka mudra ternyata juga menjadi konsep sentral yang sangat berarti buatku. Karena salah satu alasan aku ingin tato dengan gambar seperti ini, supaya ia bisa berfungsi sebagai discussion trigger. Aku sangat senang ngobrol dengan orang membicarakan tema-tema seperti ini (religiusitas, keberagaman agama, toleransi). Tapi aku sadar, tidak semua orang bisa diajak berbicara topik seperti ini. Dengan adanya tato ini, seringkali orang yang melihat akan tertarik dan kemudian bertanya "eh itu tato apa? bagus deh" and the rest is history.

Satu hal lagi, meski banyak orang di circle terdekatku juga radikal tentang tema-tema ini, tapi aku tetap tidak merasa ada orang yang ada di titik keresahan yang sama denganku. Jadi seringkali di tengah keluarga, sahabat, pacar, aku tetap merasa sendiri.

"ngapain sih sengotot itu."

"hidup jangan seideal itu lah brodi, capek."

..dan banyak kalimat lain yang seringkali membuatku merasa sendirian.

And to be honest, sometimes being lonely is.. sucks.

Tapi bukankah itulah definisi iman yang sebenar-benarnya? Ketika kamu bisa tetap berpegang teguh pada hal yang kamu yakini benar. To be able to hold your stance, even when the whole world is against you.

Now that I have this, I feel like I'm not alone anymore.



Jakarta, 17 Desember 2023
13.59 






No comments:

Post a Comment